Opini – Laboratorium Ekonomi Bisnis https://585.my.id Laboratorium Ekonomi Bisnis FEB UAJ Yogyakarta Wed, 17 Jan 2024 08:26:31 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.4.2 Pemberdayaan Perempuan: Bantuan Tunai dan Pelatihan Keuangan   https://585.my.id/pemberdayaan-perempuan-bantuan-tunai-dan-pelatihan-keuangan/ Wed, 17 Jan 2024 08:25:55 +0000 https://585.my.id/?p=273

Pemberdayaan Perempuan: Bantuan Tunai dan Pelatihan Keuangan  

Oleh: Angelina Komala (Mahasiswa Prodi EP UAJY, Angkatan 2023)

Perempuan mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian, termasuk di negara berkembang, seperti misalnya melalui kegiatan mereka dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Oleh sebab itu pemberdayaan perempuan merupakan kebijakan yang penting dan strategis untuk memajukan Perempuan, khususnya di wilayah di mana adalah norma-norma gender dan sosial yang kuat membatasi peluang dan hasil pasar kerja perempuan seperti di di Timur Tengah dan Afrika Utara (MENA).

Salah satu program yang sering dilakukan adalah pemberian bantuan serta pelatihan yang terkait dengan keuangan. Namun sukses tidaknya program seperti ini tentu tergantung pada banyak hal. Berikut adalah temuan dari penelitian yang dilakukan oleh Gazeaud dkk (2023)

Hasil eksperimen di Tunisia

Gazeaud dkk (2023) melakukan satu randomised experiment  di Tunisia untuk mengeksplorasi apakah dengan sengaja mengundang para istri untuk membawa suami mereka ke pelatihan keuangan, yang dikombinasikan dengan bantuan tunai yang bebas untuk digunakan, dapat mengubah dampak program tersebut. Eksperimen ini dilakukan di Jendouba, salah satu provinsi termiskin di Tunisia, di mana perempuan pada umumnya terlibat dalam tugas pertanian atau aktivitas di rumah seperti kebun dapur dan peternakan, sementara laki-laki lebih cenderung terlibat dalam sektor konstruksi atau pekerjaan pertanian tertentu.

Langkah pertama eksperimen ini adalah kelompok perlakuan (treatment group), sebanyak 1.000 perempuan, menerima bantuan tunai senilai USD 768 (dalam nilai PPP), setara empat kali lipat dari median pendapatan bulanan responden pada awal penelitian. Para perempuan tersebut juga mendapatkan pelatihan keuangan selama satu hari yang berciri sensitif gender. Mereka juga diberikan saran untuk menginvestasikan uangnya dalam satu kegiatan yang dapat menghasilkan uang, atau dalam kegiatan untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan mereka sehingga meningkatkan peluang sukses di pasar kerja. Langkah kedua, sebagian penerima bantuan tunai tersebut didorong untuk membawa pasangan laki-laki mereka ke pelatihan keuangan yang sensitive gender. Tujuannya adalah mendorong adanya dialog gender, mengatasi kendala-kendala terkait gender dalam pasar tenaga kerja, dan meminimalkan kebencian atau serangan balik. Hasilnya, sebanyak 444 dari 502 (88%) perempuan dalam kelompok perlakuan ini menghadiri pelatihan bersama pasangan mereka.

Dampak eksperimen ini diteliti setelah dua tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa program bantuan tunai dan pelatihan berdampak positif pada kegiatan-kegiatan yang menghasilkan uang, tetapi hanya bagi perempuan yang pasangannya tidak mengikuti pelatihan. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, perempuan yang menerima bantuan tunai dan pelatihan tanpa pasangan memiliki 3,3 poin persentase (45%) lebih mungkin untuk melakukan aktivitas yang menghasilkan uang dan pendapatan mereka 61% lebih tinggi. Sedangkan perempuan yang menerima bantuan tunai dan mengikuti pelatihan bersama pasangan mereka memiliki 4,1 poin persentase lebih kecil kemungkinannya untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan pendapatan dibandingkan perempuan yang diminta datang ke pelatihan tanpa membawa pasangannya. Artinya, melibatkan pasangan dalam pelatihan tampaknya menjadi bumerang bagi perempuan penerima bantuan tunai.

Hasil eksperimen seperti itu karena dua mekanisme. Pertama, keterlibatan pria dalam pelatihan dapat mengurangi privasi perempuan terhadap bantuan tunai, mengurangi wewenang mereka untuk menginvestasikan bantuan tersebut dalam kegiatan mereka sendiri atau anggota rumah tangga lainnya. Kedua, bilapun privasi terhadap uang tunai tidak berubah, pria yang terlibat dalam pelatihan mungkin merasa punya legitimasi untuk mempengaruhi bagaimana uang bantuan dihabiskan setelah mengikuti pelatihan.

Secara umum, ada dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga, meskipun tidak ada perbedaan signifikan antara dua kelompok perlakuan. Berpartisipasi dalam pelatihan sendirian versus dengan pasangan memunculkan efek substitusi antara kegiatan perempuan dan laki-laki yang menghasilkan pendapatan. Program bantuan tunai dan pelatihan tesebut secara keseluruhan memberikan dampak yang sangat positif, seperti meningkatnya standar hidup misalnya diukur dengan peningkatan konsumsi makanan dan kepemilikan asset. Juga ada manfaat sosio-psikologis positif yang muncul, misalnya perempuan yang ikut program ini menjadi lebih merasa puas dengan kehidupannya, Kesehatan mentalnya menjadi lebih baik, dan lebih memiliki akses ke keuangan.

Jamesta di Yogyakarta

Di Indonesia sendiri, sebuah eksperimen pernah dilakukan sebagai upaya untuk mendalami dampak dan pengaruh dari bantuan jaminan pendapatan dasar semesta (Jamesta), yaitu Yogyakarta Basic Income Pilot (YBIP) (Prasetyo dkk, 2023). Studi tersebut mencoba menyelidiki bagaimana pemberian Jamesta melalui YBIP dapat memberikan kontribusi nyata terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan penerima manfaat. Dengan melibatkan sejumlah partisipan selama enam bulan, penelitian ini berusaha menggali pengaruhnya terhadap pendapatan, keamanan pangan, dan aspek-aspek lain yang dapat memberikan wawasan berharga terkait efektivitas program bantuan keuangan tersebut.

YBIP merupakan eksperimen pertama di Indonesia yang didanai melalui crowdfunding, diorganisir oleh berbagai pihak dan dilakukan secara sistematis dan ilmiah. YBIP memberikan 500.000 IDR kepada 25 penerima yang dipilih selama enam bulan tanpa syarat apa pun, dan dampaknya diukur melalui survei berkala (sebelum, selama, dan setelah berakhirnya pilot). Selain 25 penerima penghasilan dasar, Pilot juga memilih 75 orang lain dari 2.100 pelamar sebagai kelompok kontrol. Sebanyak 60% partisipan eksperimen ini adalah perempuan.

Eksperimen ini memang tidak secara eksplisit melihat implikasi keterlibatan pasangan bagi perempuan penerima Jamesta. Namun menarik untuk dicatat bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa Jamesta secara signifikan membantu meningkatkan pendapatan dan meningkatkan status keamanan pangan penerimanya. Di sisi lain, Jamesta tidak mengubah gaya hidup atau penggunaan waktu senggang peserta dan tidak mengganggu atau mengurangi produktivitas penerima manfaat.

Kesimpulan

Dari kedua penelitian di Tunisia dan eksperimen YBIP di Indonesia menunjukkan bahwa program bantuan keuangan, terutama yang bersifat inovatif seperti YBIP, memiliki potensi untuk memberikan dampak positif pada kondisi ekonomi dan kesejahteraan. Tentu penting untuk terus mengembangkan dan menyesuaikan program-program serupa agar dapat mengatasi permasalahan dan mencapai dampak yang lebih luas dalam mendukung kesetaraan dan kesejahteraan khususnya di Indonesia, mengingat di perempuan memiliki peran yang besar, misalnya sebagian besar UMKM dimiliki oleh perempuan yang di antara mereka membutuhkaan bantuan pembiayaan dan pelatihan keuangan.

Referensi

Gazeaud, J., Khan, N., Mvukiyehe, E., & Sterck, O. (2023). “Empowering women in Tunisia through cash grants and financial training”, https://voxdev.org/topic/social-protection/empowering-women-tunisia-through-cash-grants-and-financial-training

Prasetyo, Y., E., dkk. (2023). “Yogyakarta’s Basic Income Pilot (YBIP) Experiment (Final Report)”, https://www.researchgate.net/publication/370558678_Yogyakarta’s_Basic_Income_Pilot_YBIP_Experiment_Final_Report

NN (2023). “Pemerintah Dukung Peningkatan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Indonesia”, https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Pemberdayaan-Ekonomi-Perempuan-Indonesia

Editor: Aloysius Gunadi Brata

]]> Di Tengah Isu Pemilu 2024: Konsumsi Naik, Investasi Turun https://585.my.id/di-tengah-isu-pemilu-2024-konsumsi-naik-investasi-turun/ Wed, 17 Jan 2024 08:21:51 +0000 https://585.my.id/?p=270

Di Tengah Isu Pemilu 2024: Konsumsi Naik, Investasi Turun

 Oleh: Andreas Sukamto (Dosen Prodi EP UAJY)

Perekonomian dunia masih dibayangi isu perubahan iklim, geopolitik dan geoekonomi. Berbagai isu global tersebut menyebabkan proyeksi perekonomian dunia masih melambat hingga tahun 2025. Di tengah goncangan (shock) ekonomi ini, perekonomian Indonesia menyongsong hajatan nasional Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024. Hal ini akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya pada kwartal pertama 2024 ini.

Pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah kenaikan jumlah barang dan jasa yang bisa diproduksi dari masa ke masa. Dari sisi produksi ini yang disebut sebagai Produk Domestik Brutto (PDB) atau penawaran agregat (Aggregate Supply). Jadi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Brutto.

Menyitir pendapat dari teori Ekonomika Klasik (Classical Economics) bahwa penawaran akan menciptakan permintaan dengan sendirinya (Supply Creates its Own Demand), dengan asumsi bahwa peranan pemerintah minimal, maka produksi (Aggregate Supply) atau penawaran agregat akan menciptakan permintaan agregat (Aggregate Demand). Sehingga dalam keseimbangan perekonomian, Aggregate Supply sama dengan Aggregate Demand.

Permintaan Agregat ini meliputi: Pertama, permintaan konsumsi rumah tangga (Household) atau C. Ini termasuk Lembaga Non Profit yang melayani yang menyumbang kenaikan pada konsumsi barang dan jasa. Seperti pada saat pemilu yang lalu, yaitu 2014 dan 2019 mempunyai trend kenaikan yang tinggi. Terutama pada belanja iklan dari organisasi kemasyarakatan dan partai politik menjelang pemilu. Maka diprediksikan bahwa konsumsi rumah tangga ini (C) akan meningkat menyongsong pemilu 2024 ini. Seperti belanja iklan (baik media cetak dan elektronik), belanja kostum, spanduk, baliho serta transportasi.

Kedua, Investasi oleh sektor bisnis (I). Kilas balik pada pemilu sebelumnya, permintaan investasi ini diproyeksikan akan melambat. Dunia usaha akan melihat dan menunggu (wait and see) hasil dari setiap pemilu. Mereka butuh iklim usaha yang kondusif untuk kepastian berusaha. Karena investasi riil ini atau penambahan modal riil (Capital Stock) ini berdimensi jangka panjang, sehingga di dalamnya pasti dibutuhkan adanya kepastian hukum dan politik. Kepastian politik dalam pemilu 2024 akan berimbas pada kepastian berusaha. Melihat kilas balik pemilu 2014 dan 2019 yang lalu, tren investasi pada tahun 2024 ini bisa juga diproyeksikan menurun. Menurunnya tren sektor investasi ini pasti akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Suistainable Growth).

Ketiga, Pengeluaran (Belanja) Pemerintah (G) juga diproyeksikan menurun menyongsong pemilu 2024 ini. Di tengah turunnya belanja investasi sektor bisnis, stimulus yang berasal dari belanja (pengeluaran) pemerintah (G) ini seharusnya meningkat. Melalui kebijakan anggaran defisit yang bersifat ekspansif, pemerintah bisa mendongkrak daya beli masyarakat, meskipun sifatnya jangka pendek. Namun apabila dilihat dari struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ruang fiskal pemerintah ini selalu terbatas. Hal ini terlihat dari masa ke masa APBN kita selalu defisit. Meskipun rasio defisit anggaran selalu dikendalikan pada kisaran kurang dari 3%, tetapi ini pada kondisi ekonomi yang normal.

Apabila terjadi goncangan (Shock), seperti pada saat pandemi Covid 19 yang lalu, rasio defisit anggaran terhadap PDB ini meningkat tajam lebih dari 6%. Pada waktu itu perekonomian sempat terkontraksi minus 2,1 % pada tahun 2020. Meskipun pada tahun 2022 yang lalu bisa tumbuh sebesar 5,3 %. Namun harga yang harus dibayar adalah rasio defisit anggaran terhadap PDB meningkat dan defisit anggaran tersebut ditutup melalui utang. Sehingga rasio utang terhadap PDB juga meningkat. Pada November 2023 sebesar 38,11% sedangkan pada November 2019 (sebelum Covid 19) sebesar 29,8%.

Paparan di atas menunjukkan bahwa ruang fiskal (APBN) sangatlah terbatas, sehingga sulit membayangkan investasi pemerintah ini akan bisa meningkat pada pemilu 2024. Banyak ekonom memproyeksikan investasi pemerintah justru akan menurun dan menggerus pertumbuhan ekonomi.

Meskipun ada kecenderungan konsumsi rumah tangga dan juga lembaga non profit (C) meningkat, namun investasi sektor bisnis (I) akan menurun. Begitu pula investasi dari pemerintah (G) juga ada kecenderungan menurun. Maka proyeksi pertumbuhan ekonom 5,1% pada tahun 2024 ini mungkin susah untuk diraih.

Di tengah isu global dan pemilu 2024 ini, agar momentum pertumbuhan ekonomi berkelanjutan  (Suistainable Growth) maka distorsi-distorsi ekonomi harus diperbaiki. Tersedianya prasarana dan infrastruktur yang memadai agar biaya logistik semakin murah; pemotongan birokrasi (debirokratisasi) dan kelembagaan yang lebih efisien; penyederhanan aturan (deregulasi) agar kepastian berusaha lebih kondusif, juga aspek kepastian hukum (Law Enforcement) terutama menyangkut Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); pemberantasan pungutan liar dan suap; serta jaminan stabiltas politik dan keamanan.

Kesemuanya itu agar ekonomi berbiaya tinggi (High Cost Economic) bisa diturunkan dan perekonomian nasional akan jauh lebih efisien dan berdaya saing tinggi, yang dapat mendorong pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan (Suistainable Growth).

(Dimuat di https://suryayogya.com/2024/01/13/di-tengah-isu-pemilu-2024-konsumsi-naik-investasi-turun/)

]]> Risiko Ekonomi Politik Dinasti https://585.my.id/risiko-ekonomi-politik-dinasti/ Wed, 17 Jan 2024 07:25:15 +0000 https://585.my.id/?p=263

Risiko Ekonomi Politik Dinasti

Risiko Ekonomi Politik Dinasti

Oleh: Sigit Triandaru (Dosen Prodi EP UAJY)

 Urusan politik tidak pernah terlepas dari urusan ekonomi, dan sebaliknya. Kekuasaan lebih besar memberi peluang lebih besar untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Kekuatan ekonomi lebih besar juga membuka jalan lebih lebar untuk memenangkan kontestasi politik. Tidak ada yang salah dari fenomena tersebut. Faktanya, sebagai contoh, memenangkan pemilihan kepala daerah memerlukan pendanaan yang tidak sedikit. Di sisi lain, setelah berkuasa, seseorang kepala daerah memiliki akses mempengaruhi anggaran ditujukan untuk apa dan bagi kepentingan siapa.

Ibarat senjata, kekuatan politik bisa bermanfaat demi kebaikan, namun juga bisa merusak. Kekuatan politik bisa terutama ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat seluas-seluasnya, atau hanya demi kelompok tertentu dan merugikan sebagian yang lain.  Risiko ekonomi ini tentu saja menjadi sangat besar saat kelompok tertentu atau bahkan keluarga tertentu sangat mendominasi peta kekuasaan di suatu daerah. Orang-orang dalam jalur kekerabatan tertentu, bisa saja memonopoli kekuatan eksekutif di pemerintah daerah, kekuatan legislatif di dewan, ditambah dukungan kerabat di lembaga penegakan hukum, bahkan disempurnakan dengan dukungan kerabat di pemerintah pusat dan lembaga legislatif di tingkat nasional. Kekuatan ekstra besar semacam ini cenderung mampu melanggengkan kekuasaan mereka dari satu periode ke periode berikutnya, terus dan terus, layaknya sebuah dinasti, tepatnya dinasti politik. Semuanya bisa diatur demi kepentingan mereka sendiri, baik itu urusan anggaran, proyek, maupun perkara hukum.

Sebagai perbandingan di bidang ekonomi, perusahaan yang memonopoli pasar juga bisa merugikan masyarakat. Monopolis tidak mempunyai pesaing yang seimbang. Posisinya memungkinkan menetapkan harga jauh lebih tinggi dari pada andainya banyak pesaing yang seimbang. Karena daya beli Masyarakat yang terbatas, jumlah barang yang terbeli menjadi lebih sedikit. Konsumen disengsarakan karena tiga hal, terpaksa harus bayar lebih tinggi, terpaksa harus mengonsumsi lebih sedikit, atau bahkan tidak mampu membeli sama sekali. Meskipun barang yang terjual menjadi lebih sedikit, sang monopolis tetap menikmati penerimaan lebih besar karena persentase kenaikan harga relatif lebih besar dari pada penurunan jumlah barang terjual. Sepanjang biaya tidak berubah, penerimaan lebih besar sama saja dengan laba lebih besar. Sistem ini menyebabkan sebagian kecil masyarakat sangat diuntungkan, yaitu kaum monopolis, dan di sisi satunya sangat dirugikan, yaitu masyarakat luas. Menyadari hal ini, Indonesia memiliki lembaga yang bertanggung jawab untuk mencegahnya, yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU.  Kebetulan saja namanya mirip KPU atau Komisi Pemilihan Umum. KPU dan KPPU, bersama Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu, sama-sama memiliki peran mencegah terjadinya persaingan tidak sehat. Bedanya, yang satu di bidang politik, satunya lagi bidang ekonomi.

Politik dinasti kurang lebih menimbulkan risiko yang sama. Sama-sama bisa bertindak tanpa ada mekanisme kontrol. Lebih parah lagi, monopoli kekuasaan melahirkan monopoli informasi. Penguasaan informasi menjadi sangat tidak simetris. Informasi yang bisa membentuk opini publik didominasi pemegang kuasa, sementara sebagian besar masyarakat hanya bisa menerima informasi apa pun yang ingin disebarkan oleh penguasa, entah nyata atau propaganda. Dalam era teknologi informasi ini, informasi juga menjadi kunci kekuasaan, politik dan ekonomi. Akhirnya opini publik terhadap legitimasi penguasa bisa direkayasa melalui saluran berita atau media sosial atau rilis hasil survei. Salah bisa menjadi benar, tidak sah bisa menjadi sah, dan sebaliknya.

Bagaimana fakta perekonomian yang menjalani politik dinasti? Berikut ini adalah contoh aktual yang terjadi di Korea Utara hingga saat ini. Kim Il Sung adalah pendiri Korea Utara dan mulai berkuasa sejak 1946. Penguasa selanjutnya berturut-turut selalu dari keturunannya, maka terbentuklah Dinasti Kim yang mengendalikan segala aspek kehidupan rakyatnya. Kim Jong Il melanjutkan mulai 1994 dan Kim Jong Un mulai 2011 hingga sekarang.  Bagaimana perekonomiannya? Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto per kapita Korea Utara Tahun 2018 adalah US$639,6, atau hanya tidak lebih dari satu per tujuh dari Indonesia yang sebesar US$4.135,6 pada tahun yang sama. Sebuah artikel di jurnal ilmiah Humanities and Social Sciences Communications Tahun 2020 menyebutkan jumlah penduduk yang miskin ekstrem di Korea Utara Tahun 2018 mencapai 60%. Angka kemiskinan yang non-ekstrem pasti lebih tinggi lagi, apalagi setelah pandemi. Sebagian besar penduduknya miskin.

Contoh berikutnya tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Tahun 2020 di Indonesia. Menurut data dari nagarainstitute.org, dari 739 pasangan calon, calon yang merupakan dinasti politik berjumlah 129, dan 57 di antaranya menang. Selanjutnya 27 di antara 57 calon yang menang itu diajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, dan 22 memenangkan perkara. Lebih jauh lagi,  8 dari 57 calon yang menang merupakan calon tunggal yang tersebar di 8 kabupaten/kota dalam 6 provinsi. Bagaimana kinerja perekonomian di daerah-daerah ini? Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa masing-masing 7 dari 8 kabupaten/kota tersebut mengalami rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan setelah Pilkada, dari 2021 hingga 2022, yang lebih rendah dari pada pertumbuhan ekonomi di provinsi masing-masing. Jika dibandingkan antara sebelum dan sesudah Pilkada, sekali lagi 7 dari 8 kabupaten/kota tersebut mengalami kesenjangan pertumbuhan ekonomi dibandingkan provinsi masing-masing yang semakin buruk. Dengan kata lain, sulit sekali untuk menyimpulkan bahwa kabupaten/kota hasil kemenangan dinasti politik calon tunggal memberikan kinerja ekonomi yang lebih baik dari pada daerah lainnya di provinsi yang sama, terutama dari sisi pertumbuhannya. Lebih mudah untuk menyimpulkan hal sebaliknya tentu saja.

Permenungannya di sini adalah adanya risiko ekonomi besar dari praktik politik dinasti. Terlepas dari banyak pula aspek negatif lain menurut kacamata hukum dan politik terhadap politik dinasti, pada ujungnya, pihak yang akan menanggung risiko ekonominya terutama adalah rakyat biasa. Orang-orang yang kehidupan sehari-harinya jauh dari rutinitas dunia politik akan menanggung dampak negatifnya pada kinerja perekonomian.

(Dimuat di https://suryayogya.com/2023/12/21/risiko-ekonomi-politik-dinasti/)

]]> Mungkinkah UMKM melunasi pinjaman secara fleksibel? https://585.my.id/mungkinkah-umkm-melunasi-pinjaman-secara-fleksibel/ Sun, 10 Dec 2023 04:37:11 +0000 https://585.my.id/?p=221

Mungkinkah UMKM melunasi pinjaman secara fleksibel?

(Pelajaran dari eksperimen di Uttar Pradesh, India) 

Oleh: Angelina Komala (Mahasiswa Prodi EP, Angkatan 2023)

Pengusaha kecil sering menghadapi arus kas yang tidak teratur, yang dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis. Salah satu inovasi yang muncul untuk mengatasi masalah tersebut adalah produk keuangan yang fleksibel, khususnya pinjaman dengan jadwal pembayaran yang fleksibel, sebagaimana ditulis oleh Barboni & Theys (2023).

Temuan

Barboni & Theys menulis berdasarkan temuan dari penelitian Barboni & Agarwal (2023) di Uttar Pradesh, India, dengan metode randomized control trial (RCT) dengan 799 peminjam dari 28 lokasi cabang dari satu lembaga keuangan mikro. Dalam penelitian ini, peminjam dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sebagai control group, sebanyak 410 pemilik usaha di 14 cabang disodorkan mekanisme pinjaman seperti biasa, atau kaku, dengan jadwal pembayaran tetap selama dua tahun dan tingkat bunga 24%. Kelompok kedua, dengan anggota 389 pelaku usaha di 14 cabang sebagai treatment group, diberikan dua pilihan: kontrak pinjaman seperti kelompok pertama, atau skema pinjaman dengan tingkat bunga lebih tinggi (26%) yang dilengkapi dengan opsi cuti pembayaran selama tiga bulan kapan saja.

Hasil studi menunjukkan bahwa hampir sepertiga dari mereka memilih opsi pinjaman fleksibel, meskipun dengan tingkat bunga lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peminjam bersedia membayar lebih untuk fleksibilitas pembayaran, khususnya untuk cuti pembayaran selama tiga bulan, yang dapat diambil sesuai kebutuhan.

Dalam penelitian ini, peminjam yang lebih suka opsi fleksibel cenderung memiliki fluktuasi penjualan yang lebih tinggi, dan sebagian besar dari mereka memanfaatkan opsi cuti pembayaran selama musim festival dan musim paceklik. Penelitian juga menunjukkan bahwa peminjam yang lebih memiliki pengetahuan keuangan cenderung memilih opsi fleksibel dan menggunakan pinjaman untuk investasi bisnis.

Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa pinjaman fleksibel tidak hanya mengurangi kendala likuiditas bagi peminjam tetapi juga meningkatkan hasil usaha binsis para peminjam. Peminjam yang memilih opsi fleksibel cenderung lebih efisien dalam menjalankan bisnis mereka, dengan peningkatan penjualan sekitar 16% dalam jangka pendek dan 22% dalam jangka panjang dibandingkan dengan capaian kelompok kontrol.

Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa opsi fleksibel ini tidak meningkatkan tingkat risiko bagi lembaga keuangan. Tingkat pembayaran tepat waktu tetap tinggi di kedua kelompok, sekitar 90%. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa produk keuangan yang fleksibel dapat memberikan manfaat baik bagi peminjam maupun lembaga keuangan.

Relevansi bagi Indonesia

 Dalam konteks lebih luas, penelitian ini menyoroti pentingnya integrasi inovasi keuangan dalam produk pinjaman masa depan untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan meningkatkan alokasi kredit secara lebih luas. Hal ini tentu relevan untuk Indonesia yang juga memiliki  banyak UMKM. UMKM memiliki peran krusial dalam perekonomian Indonesia, memberikan kontribusi signifikan terhadap lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun, UMKM sering kali menghadapi tantangan likuiditas dan fluktuasi pendapatan yang dapat menghambat perkembangan dan keberlanjutan bisnis mereka.

Oleh karena itu, pengintegrasian produk pinjaman dengan pembayaran fleksibel, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian di Uttar Pradesh di atas, boleh jadi dapat menjadi solusi yang relevan untuk memberikan keberdayaan finansial kepada UMKM di Indonesia.

Saat ini banyak UMKM mengalami kredit macet. Ketua Umum Asosiasi Institusi UMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny misalnya menyebutkan bahwa 60% anggotanya terjebak kredit macet, terutama sebagai implikasi dari pandemi (Florentin 2023). Sebelumnya juga ada kabar bahwa pemerintah akan melakukan penghapusan kredit macet UMKM di perbankan nasional, yang untuk tahap pertama maksimal penghapusan adalah Rp 500 juta khususnya bagi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) walaupun batas maksimal bisa Rp 5 miliar (Rizky 2023).

Bahkan, sejumlah bank disebut melakukan pelanggaran dalam menyalurkan KUR sampai Rp 100 juta, yakni ada yang masih mengenakan agunan kepada debitur padahal regulasi pemerintah menyatakan tidak diperlukan agunan untuk KUR sampai Rp 100 juta (Damayanti 2023). Pelanggaran ini sekaligus memberikan indikasi masih kuatnya kekhawatiran perbankan akan resiko kemacetan pelunasan kredit oleh UMKM.

Opsi kebijakan

Dengan memahami kebutuhan dan karakteristik unik UMKM Indonesia, produk keuangan yang inovatif dapat dirancang untuk memberikan fleksibilitas pembayaran yang sesuai dengan fluktuasi musiman atau kebutuhan bisnis mendesak. Ini tidak hanya akan membantu UMKM mengelola likuiditas mereka dengan lebih baik, tetapi juga dapat membuka peluang untuk pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Dengan memberikan opsi pembayaran yang lebih fleksibel, UMKM dapat merencanakan strategi keuangan mereka dengan lebih baik, mengurangi risiko likuiditas, dan pada akhirnya, meningkatkan daya saing mereka di pasar.

Referensi:

Barboni, G., & Theys, N. (2023). “The impacts of flexible repayment schedules: Evidence from borrowers and lenders in India”, https://voxdev.org/topic/finance/impacts-flexible-repayment-schedules-evidence-borrowers-and-lenders-india
Damayanti, A. (2023). “Terungkap! Ini Akal-akalan Bank Tarik Agunan dari Penerima KUR Rp 100 Juta”, https://finance.detik.com/moneter/d-7077423/terungkap-ini-akal-akalan-bank-tarik-agunan-dari-penerima-kur-rp-100-juta.
Florentin, V. (2023). “Resiko hapus Kredit Macet UMKM”, https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/485730/berhati-hati-hapus-kredit-macet-umkm
Rizky, M. (2023). “Kredit Macet UMKM Maksimal Rp 500 Juta Dihapus, Ini Syaratnya”, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230809125805-4-461439/kredit-macet-umkm-maksimal-rp-500-juta-dihapus-ini-syaratnya
Editor: Aloysius Gunadi Brata

]]>