Mungkinkah UMKM melunasi pinjaman secara fleksibel?
(Pelajaran dari eksperimen di Uttar Pradesh, India)
Oleh: Angelina Komala (Mahasiswa Prodi EP, Angkatan 2023)
(Pelajaran dari eksperimen di Uttar Pradesh, India)
Oleh: Angelina Komala (Mahasiswa Prodi EP, Angkatan 2023)
Pengusaha kecil sering menghadapi arus kas yang tidak teratur, yang dapat menghambat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis. Salah satu inovasi yang muncul untuk mengatasi masalah tersebut adalah produk keuangan yang fleksibel, khususnya pinjaman dengan jadwal pembayaran yang fleksibel, sebagaimana ditulis oleh Barboni & Theys (2023).
Temuan
Barboni & Theys menulis berdasarkan temuan dari penelitian Barboni & Agarwal (2023) di Uttar Pradesh, India, dengan metode randomized control trial (RCT) dengan 799 peminjam dari 28 lokasi cabang dari satu lembaga keuangan mikro. Dalam penelitian ini, peminjam dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama, sebagai control group, sebanyak 410 pemilik usaha di 14 cabang disodorkan mekanisme pinjaman seperti biasa, atau kaku, dengan jadwal pembayaran tetap selama dua tahun dan tingkat bunga 24%. Kelompok kedua, dengan anggota 389 pelaku usaha di 14 cabang sebagai treatment group, diberikan dua pilihan: kontrak pinjaman seperti kelompok pertama, atau skema pinjaman dengan tingkat bunga lebih tinggi (26%) yang dilengkapi dengan opsi cuti pembayaran selama tiga bulan kapan saja.
Hasil studi menunjukkan bahwa hampir sepertiga dari mereka memilih opsi pinjaman fleksibel, meskipun dengan tingkat bunga lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa peminjam bersedia membayar lebih untuk fleksibilitas pembayaran, khususnya untuk cuti pembayaran selama tiga bulan, yang dapat diambil sesuai kebutuhan.
Dalam penelitian ini, peminjam yang lebih suka opsi fleksibel cenderung memiliki fluktuasi penjualan yang lebih tinggi, dan sebagian besar dari mereka memanfaatkan opsi cuti pembayaran selama musim festival dan musim paceklik. Penelitian juga menunjukkan bahwa peminjam yang lebih memiliki pengetahuan keuangan cenderung memilih opsi fleksibel dan menggunakan pinjaman untuk investasi bisnis.
Secara keseluruhan, penelitian ini menunjukkan bahwa pinjaman fleksibel tidak hanya mengurangi kendala likuiditas bagi peminjam tetapi juga meningkatkan hasil usaha binsis para peminjam. Peminjam yang memilih opsi fleksibel cenderung lebih efisien dalam menjalankan bisnis mereka, dengan peningkatan penjualan sekitar 16% dalam jangka pendek dan 22% dalam jangka panjang dibandingkan dengan capaian kelompok kontrol.
Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa opsi fleksibel ini tidak meningkatkan tingkat risiko bagi lembaga keuangan. Tingkat pembayaran tepat waktu tetap tinggi di kedua kelompok, sekitar 90%. Dengan demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa produk keuangan yang fleksibel dapat memberikan manfaat baik bagi peminjam maupun lembaga keuangan.
Relevansi bagi Indonesia
Dalam konteks lebih luas, penelitian ini menyoroti pentingnya integrasi inovasi keuangan dalam produk pinjaman masa depan untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan meningkatkan alokasi kredit secara lebih luas. Hal ini tentu relevan untuk Indonesia yang juga memiliki banyak UMKM. UMKM memiliki peran krusial dalam perekonomian Indonesia, memberikan kontribusi signifikan terhadap lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun, UMKM sering kali menghadapi tantangan likuiditas dan fluktuasi pendapatan yang dapat menghambat perkembangan dan keberlanjutan bisnis mereka.
Oleh karena itu, pengintegrasian produk pinjaman dengan pembayaran fleksibel, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian di Uttar Pradesh di atas, boleh jadi dapat menjadi solusi yang relevan untuk memberikan keberdayaan finansial kepada UMKM di Indonesia.
Saat ini banyak UMKM mengalami kredit macet. Ketua Umum Asosiasi Institusi UMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny misalnya menyebutkan bahwa 60% anggotanya terjebak kredit macet, terutama sebagai implikasi dari pandemi (Florentin 2023). Sebelumnya juga ada kabar bahwa pemerintah akan melakukan penghapusan kredit macet UMKM di perbankan nasional, yang untuk tahap pertama maksimal penghapusan adalah Rp 500 juta khususnya bagi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) walaupun batas maksimal bisa Rp 5 miliar (Rizky 2023).
Bahkan, sejumlah bank disebut melakukan pelanggaran dalam menyalurkan KUR sampai Rp 100 juta, yakni ada yang masih mengenakan agunan kepada debitur padahal regulasi pemerintah menyatakan tidak diperlukan agunan untuk KUR sampai Rp 100 juta (Damayanti 2023). Pelanggaran ini sekaligus memberikan indikasi masih kuatnya kekhawatiran perbankan akan resiko kemacetan pelunasan kredit oleh UMKM.
Opsi kebijakan
Dengan memahami kebutuhan dan karakteristik unik UMKM Indonesia, produk keuangan yang inovatif dapat dirancang untuk memberikan fleksibilitas pembayaran yang sesuai dengan fluktuasi musiman atau kebutuhan bisnis mendesak. Ini tidak hanya akan membantu UMKM mengelola likuiditas mereka dengan lebih baik, tetapi juga dapat membuka peluang untuk pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Dengan memberikan opsi pembayaran yang lebih fleksibel, UMKM dapat merencanakan strategi keuangan mereka dengan lebih baik, mengurangi risiko likuiditas, dan pada akhirnya, meningkatkan daya saing mereka di pasar.
Referensi:
Barboni, G., & Theys, N. (2023). “The impacts of flexible repayment schedules: Evidence from borrowers and lenders in India”, https://voxdev.org/topic/finance/impacts-flexible-repayment-schedules-evidence-borrowers-and-lenders-india
Damayanti, A. (2023). “Terungkap! Ini Akal-akalan Bank Tarik Agunan dari Penerima KUR Rp 100 Juta”, https://finance.detik.com/moneter/d-7077423/terungkap-ini-akal-akalan-bank-tarik-agunan-dari-penerima-kur-rp-100-juta.
Florentin, V. (2023). “Resiko hapus Kredit Macet UMKM”, https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/485730/berhati-hati-hapus-kredit-macet-umkm
Rizky, M. (2023). “Kredit Macet UMKM Maksimal Rp 500 Juta Dihapus, Ini Syaratnya”, https://www.cnbcindonesia.com/news/20230809125805-4-461439/kredit-macet-umkm-maksimal-rp-500-juta-dihapus-ini-syaratnya
Editor: Aloysius Gunadi Brata