Oleh: Pristanto Silalahi
KRjogja.com – PEMERINTAH Indonesia telah resmi meluncurkan program prioritas yang sangat ambisius, yakni Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), melalui Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2025. Program ini dirancang membentuk koperasi di 80 ribu desa dengan dukungan anggaran mencapai Rp 400 triliun, menjadikannya salah satu langkah redistribusi ekonomi terbesar dekade ini. Sejujurnya, ambisi ini mencerminkan tekad dan niat baik pemerintah untuk mengembalikan peran koperasi sebagai motor penggerak ekonomi rakyat yang mandiri dan berkeadilan. Namun, di balik ambisi besar yang digelorakan ini, terdapat sebuah kenyataan yang justru bertolak belakang dengan prinsip dasar koperasi itu sendiri.
Pertama, koperasi sejatinya lahir dari semangat gotong royong dan inisiatif sosial ekonomi masyarakat yang tumbuh secara organik, bukan hasil dari intervensi top-down yang datang dari pemerintah. Sayangnya, Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) ini justru dibentuk melalui instruksi yang bersifat paksaan dari atas, sehingga jauh dari nilai-nilai demokrasi dan partisipasi aktif anggota koperasi yang selama ini menjadi pondasi utama gerakan koperasi. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika menyebut KDMP sebagai koperasi semu (pseudo cooverative) lah atau koperasi anorganik, yang hanya ada pada nama, namun kehilangan jiwa dan semangat yang sesungguhnya.
Kedua, lebih ironis lagi bahwa pembentukan koperasi secara massal yang diinisiasi oleh pemerintah ini ternyata tidak diikuti dengan perencanaan yang matang. Tidak ada roadmap yang jelas sebagai panduan dalam menjalankan program sebesar ini. Bagaimana mungkin sebuah program strategis yang memiliki dampak luas bagi perekonomian masyarakat dikerjakan tanpa arah dan tujuan yang sistematis serta terukur? Kita bisa membayangkan situasi ini seperti sebuah perahu yang berlayar di tengah samudra luas tanpa kompas dan tujuan yang jelas. Ke mana arah yang hendak dituju? Bagaimana cara menghadapi gelombang dan badai yang mungkin datang? Ketidakpastian ini bukan hanya menjadi ancaman bagi koperasi yang sedang dibangun, tetapi juga bagi masa depan gerakan koperasi nasional secara keseluruhan.
Oleh karena itu, menjadi sangat krusial bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk segera merumuskan strategi yang jelas dan terukur. Mulai dari pemetaan kebutuhan masyarakat, pembinaan yang berkelanjutan, hingga evaluasi yang transparan dan akuntabel. Tanpa langkah-langkah tersebut, koperasi hanya akan menjadi simbol kosong yang gagal mewujudkan cita-cita sosial ekonomi yang selama ini diharapkan. Masa depan koperasi Indonesia harus dibangun dengan fondasi yang kuat, bukan sekadar proyek instan yang dibangun atas dasar formalitas belaka.
Peran strategi Kampus atau Akademisi dalam transformasi Koperasi di Indonesia
Data dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi tahun 2025 mencatat jumlah perguruan tinggi yang tersebar di Indonesia ada sebanyak 6.633. Angka ini merupakan potensi luar biasa yang bisa dimanfaatkan untuk menguatkan ekosistem koperasi yang saat ini berjumlah sekitar 80.000 an unit. Dengan kata lain, jika pemerintah memang benar-benar serius dalam menjalankan program ini, maka sinergi antara perguruan tinggi dan koperasi harusnya bisa dioptimalkan, sehingga peluang untuk mempercepat transformasi koperasi menjadi kekuatan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan sosial akan semakin besar.
Tentu, transformasi yang dicita-citakan tidak akan mungkin berjalan efektif tanpa dukungan pengetahuan yang mendalam dan analisis kritis. Di sinilah peran akademisi menjadi sangat krusial. Selain sebagai produsen ilmu pengetahuan yang dapat memberikan gambaran objektif tentang kondisi koperasi, juga sebagai agen perubahan yang mampu mengidentifikasi kendala serta peluang dalam pengelolaan koperasi dari berbagai aspek. Kampus dan akademisi juga dapat berperan sebagai mediator inovasi dan kolaborasi, menghubungkan koperasi dengan teknologi digital, startup, lembaga donor, dan pemerintah.
Akhirnya, jika program KDMP ini ingin berhasil, mau tidak mau harus bersinergi antara dunia akademik dan koperasi yang akan memperkuat fondasi koperasi sebagai pilar ekonomi. Sehingga, perguruan tinggi pun tidak hanya menjadi sumber ilmu dan inovasi, tetapi juga berperan aktif dalam membina kapasitas koperasi, melatih sumber daya manusia, serta mendampingi koperasi di tingkat akar rumput. Inisiatif ini sekaligus menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik, serta mendorong lahirnya model koperasi yang lebih adaptif dan berdaya saing. Oleh karena itu, memperkuat hubungan antara perguruan tinggi dan koperasi adalah langkah strategis yang tidak boleh diabaikan dalam agenda pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan. (Pristanto Silalahi, S.E.,M.S.E, Dosen Ekonomi – Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
Opini, dimuat di: https://www.krjogja.com/opini/1246172337/alarm-masa-depan