Di Tengah Isu Pemilu 2024: Konsumsi Naik, Investasi Turun
Oleh: Andreas Sukamto (Dosen Prodi EP UAJY)
Perekonomian dunia masih dibayangi isu perubahan iklim, geopolitik dan geoekonomi. Berbagai isu global tersebut menyebabkan proyeksi perekonomian dunia masih melambat hingga tahun 2025. Di tengah goncangan (shock) ekonomi ini, perekonomian Indonesia menyongsong hajatan nasional Pemilu 2024 yang akan dilaksanakan tanggal 14 Februari 2024. Hal ini akan berimbas pada pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya pada kwartal pertama 2024 ini.
Pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah kenaikan jumlah barang dan jasa yang bisa diproduksi dari masa ke masa. Dari sisi produksi ini yang disebut sebagai Produk Domestik Brutto (PDB) atau penawaran agregat (Aggregate Supply). Jadi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan Produk Domestik Brutto.
Menyitir pendapat dari teori Ekonomika Klasik (Classical Economics) bahwa penawaran akan menciptakan permintaan dengan sendirinya (Supply Creates its Own Demand), dengan asumsi bahwa peranan pemerintah minimal, maka produksi (Aggregate Supply) atau penawaran agregat akan menciptakan permintaan agregat (Aggregate Demand). Sehingga dalam keseimbangan perekonomian, Aggregate Supply sama dengan Aggregate Demand.
Permintaan Agregat ini meliputi: Pertama, permintaan konsumsi rumah tangga (Household) atau C. Ini termasuk Lembaga Non Profit yang melayani yang menyumbang kenaikan pada konsumsi barang dan jasa. Seperti pada saat pemilu yang lalu, yaitu 2014 dan 2019 mempunyai trend kenaikan yang tinggi. Terutama pada belanja iklan dari organisasi kemasyarakatan dan partai politik menjelang pemilu. Maka diprediksikan bahwa konsumsi rumah tangga ini (C) akan meningkat menyongsong pemilu 2024 ini. Seperti belanja iklan (baik media cetak dan elektronik), belanja kostum, spanduk, baliho serta transportasi.
Kedua, Investasi oleh sektor bisnis (I). Kilas balik pada pemilu sebelumnya, permintaan investasi ini diproyeksikan akan melambat. Dunia usaha akan melihat dan menunggu (wait and see) hasil dari setiap pemilu. Mereka butuh iklim usaha yang kondusif untuk kepastian berusaha. Karena investasi riil ini atau penambahan modal riil (Capital Stock) ini berdimensi jangka panjang, sehingga di dalamnya pasti dibutuhkan adanya kepastian hukum dan politik. Kepastian politik dalam pemilu 2024 akan berimbas pada kepastian berusaha. Melihat kilas balik pemilu 2014 dan 2019 yang lalu, tren investasi pada tahun 2024 ini bisa juga diproyeksikan menurun. Menurunnya tren sektor investasi ini pasti akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Suistainable Growth).
Ketiga, Pengeluaran (Belanja) Pemerintah (G) juga diproyeksikan menurun menyongsong pemilu 2024 ini. Di tengah turunnya belanja investasi sektor bisnis, stimulus yang berasal dari belanja (pengeluaran) pemerintah (G) ini seharusnya meningkat. Melalui kebijakan anggaran defisit yang bersifat ekspansif, pemerintah bisa mendongkrak daya beli masyarakat, meskipun sifatnya jangka pendek. Namun apabila dilihat dari struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), ruang fiskal pemerintah ini selalu terbatas. Hal ini terlihat dari masa ke masa APBN kita selalu defisit. Meskipun rasio defisit anggaran selalu dikendalikan pada kisaran kurang dari 3%, tetapi ini pada kondisi ekonomi yang normal.
Apabila terjadi goncangan (Shock), seperti pada saat pandemi Covid 19 yang lalu, rasio defisit anggaran terhadap PDB ini meningkat tajam lebih dari 6%. Pada waktu itu perekonomian sempat terkontraksi minus 2,1 % pada tahun 2020. Meskipun pada tahun 2022 yang lalu bisa tumbuh sebesar 5,3 %. Namun harga yang harus dibayar adalah rasio defisit anggaran terhadap PDB meningkat dan defisit anggaran tersebut ditutup melalui utang. Sehingga rasio utang terhadap PDB juga meningkat. Pada November 2023 sebesar 38,11% sedangkan pada November 2019 (sebelum Covid 19) sebesar 29,8%.
Paparan di atas menunjukkan bahwa ruang fiskal (APBN) sangatlah terbatas, sehingga sulit membayangkan investasi pemerintah ini akan bisa meningkat pada pemilu 2024. Banyak ekonom memproyeksikan investasi pemerintah justru akan menurun dan menggerus pertumbuhan ekonomi.
Meskipun ada kecenderungan konsumsi rumah tangga dan juga lembaga non profit (C) meningkat, namun investasi sektor bisnis (I) akan menurun. Begitu pula investasi dari pemerintah (G) juga ada kecenderungan menurun. Maka proyeksi pertumbuhan ekonom 5,1% pada tahun 2024 ini mungkin susah untuk diraih.
Di tengah isu global dan pemilu 2024 ini, agar momentum pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (Suistainable Growth) maka distorsi-distorsi ekonomi harus diperbaiki. Tersedianya prasarana dan infrastruktur yang memadai agar biaya logistik semakin murah; pemotongan birokrasi (debirokratisasi) dan kelembagaan yang lebih efisien; penyederhanan aturan (deregulasi) agar kepastian berusaha lebih kondusif, juga aspek kepastian hukum (Law Enforcement) terutama menyangkut Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN); pemberantasan pungutan liar dan suap; serta jaminan stabiltas politik dan keamanan.
Kesemuanya itu agar ekonomi berbiaya tinggi (High Cost Economic) bisa diturunkan dan perekonomian nasional akan jauh lebih efisien dan berdaya saing tinggi, yang dapat mendorong pertumuhan ekonomi yang berkelanjutan (Suistainable Growth).
(Dimuat di https://suryayogya.com/2024/01/13/di-tengah-isu-pemilu-2024-konsumsi-naik-investasi-turun/)